Teori Psikoanalisa
Psikoanalisa
adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia,
dan metode psikoterapi. Secara historis Psikoanalisa adalah aliran pertama dari
tiga aliran utama psikologi. Yang kedua adalah behaviorisme, sedangkan yang
ketiga adalah psikologi eksistensial-humanistik.
Menurut
Freud, lapisan kesadaran jiwa itu kecil, dan analisis terhadapnya tidak dapat
menerangkan masalah tingkah laku seluruhnya. Freud juga berpendapat bahwa
energi jiwa itu terdapat didalam ketidaksadaran, yang berupa insting-insting
atau dorongan-dorongan (Fudyartanta, 2005: 89).
Freud
membandingkan jiwa dengan gunung es dimana bagian lebih kecil yang muncul di
permukaan air menggambarkan daerah kesadaran, sedangkan massa yang jauh lebih
besar di bawah permukaan air menggambarkan daerah ketidaksadaran (Koswara,
1991: 60). Di dalam daerah ketidaksadaran itu ditemukan dorongan-dorongan,
nafsu-nafsu, ide-ide, dan perasaan-perasaan yang ditekan.
Teori
Psikoanalisis menurut Sigmund Freud
Teori
psikoanalisis di kembangkan oleh sigmun freud yang lahir pada tanggal 6 mei
1856 dan meninggal pada tanggal 23 september 1939. Pada usia 8 tahun freud
bermimpi untuk mencapai kemashuran melalui berbagai penemuan atau penelitian.
Untuk maksud tersebut freud mencoba membedah 400 belut jantan, untuk meneliti
apakah mereka mempunya testes, penelitian ini belum membuat dia terkenal
akhirnya daia mengalihkan perhatiannya pada manuasia.
Pada
tahun 1873 freud masuk fakultas kedokteran di Wina dan lulus pada tahun 1881
dengan yudisium excellent. Sebagai seorang ahli neurologi dia sering membantu
masalah-masalah pasiennya seperti rasa takut yang irrasional, obsesi dan rasa
cemas. Dalam membantu menyembuhkan masalah-masalah mental freud menggunakan
prosedur yang inovatif yang dinamakan psikoanalisis. Penggunaan psikoanalisis
memerlukan interaksi verbal yang cukup lama dengan pasien untuk menggali
pribadinya yang lebih dalam. Banyak buku yang telah di tulis freud, dan dari
teori freud ini memiliki beberapa kelemahan terutama dalam hal-hal berikut :
1.
Ketidaksadaran
(uniconsciousness) amat berpengaruh terhadap prilaku manusia. Pendapat ini
menunjukan bahwa manusia menjadi budak dirinya sendiri.
2.
Pengalaman
masa kecil sangat menentukan atau berpengaruh terhadap kepribadian masa dewasa.
Ini menunjukan bahwa manusia dipandang tidak berdaya untuk mengubah nasibnya
sendiri.
3.
Kepribadian
manusia terbentuk berdasarkan cara-cara yang ditempuh untuk mengatasi
dorongan-dorongan seksualnya. Ini menunjukan bahwa dorongan yang lain dari
individu kurang diperhatikan.
2.
Struktur Kepribadian
Semua
teori kepribadian menyepakti bahwa manusia, seperti binatang lain, dilahirkan
dengan sejumlah insting dan motifasi. Insting yang paling dasar ialah tangisan.
Ketika lahir tentunya kekuatan motifasi dalam diri tentunya belum dipengaruhi
oleh dunia luar.kekuatan ini bersifat mendasar dan individual.
Frued
membagi struktur kepribadian kedalam tiga komponen, yaitu id, ego, dan
superego. Prilaku seseorang merupakan hasil dari interaksi antara ketiga komponen
tersebut.
1.Id (Das Es)
Id
berisikan motifasi dan energy positif dasar, yang sering disebut insting atau
stimulus. Id berorientasi pada prinsip kesenangan (pleasure principle) atau
prinsip reduksi ketegangan, yang merupak sumber dari dorongan-dorongan biologis
(makan, minum, tidur, dll) Prinsip kesenangan merujuk pada pencapaian kepuasan
yang segera, dan id orientasinya bersifat fantasi (maya). Untuk memperoleh
kesengan id menempuh dua cara yaitu melalui reflex dan proses primer, proses
primer yaitu dalam mengurangi ketegangan dengan berkhayal.
2.Ego (Das Ich)
Peran
utama dari ego adalah sebagai mediator (perantara) atau yang menjembatani
anatar id dengan kondisi lingkungan atau dunia luar dan berorintasi pada
prinsip realita (reality principle). Dalam mencapai kepuasan ego berdasar pada
proses sekunder yaitu berfikir realistic dan berfikir rasional. Dalam proses
disebelumnya yaitu proses primer hanya membawanya pada suatu titik, dimana ia
mendapat gambaran dari benda yang akan memuaskan keinginannya, langkah
selanjutnya adalah mewujudkan apa yang ada di das es dan langkah ini melalui
proses sekunder. Dalam upaya memuaskan dorongan, ego sering bersifat prakmatis,
kurang memperhatikan nilai/norma, atau bersifat hedonis.
Hal
yang perlu diperhatikan dari ego adalah :
1.
Ego
merupakan bagian dari id yang kehadirannya bertugas untuk memuaskan kebutuhan
id.
2.
Seluruh
energy (daya) ego berasal dari id
3.
Peran
utama memenuhi kebutuhan id dan lingkungan sekitar
4.
Ego
bertujuan untuk mempertahankan kehidupan individu dan pengembanbiakannya.
3. Super Ego (Das Uber Ich)
Super
ego merupak cabang dari moril atau keadilan dari kepridadian, yang mewakili
alam ideal daripada alam nyata serta menuju kearah yang sempurna yang merupakan
komponen kepribadian terkait dengan sytandar atau norma masyarakat mengenai
baik dan buruk, benar dan salah. Dengan terbentukny super ego berarti pada diri
individu telah terbentuk kemampuan untuk mengontrl dirinya sendiri (self
control) menggantikan control dari orang tua (out control). Fungsi super ego
adalah sebagai berikut :
1.
Merintangi
dorongan-dorongan id, terutama dorongan seksual dan agresif
2.
Mendorong
ego untuk mengantikan tujuan-tujuan relistik dengan tujuan-tujuan moralistic.
3.
Mengejar
kesempurnaan. (perfection).
Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 1950an sebagai reaksi
terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran ini secara eksplisit memberikan
perhatian pada dimensimanusia dari psikologi dan
konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis. Permasalah ini dirangkum
dalam lima postulat Psikologi Humanistik dari James Bugental (1964), sebagai
berikut:
1. Manusia tidak bisa
direduksi menjadi komponen-komponen.
2. Manusia memiliki konteks
yang unik di dalam dirinya.
3. Kesadaran manusia
menyertakan kesadaran akan diri dalam konteks orang lain.
4. Manusia mempunyai
pilihan-pilihan dan tanggung jawab.
5. Manusia bersifat
intensional, mereka mencari makna, nilai, dan memiliki kreativitas.
Pendekatan humanistik ini mempunyai akar pada
pemikiran eksistensialisme dengan tokoh-tokohnya
seperti Kierkegaard, Nietzsche, Heidegger, dan Sartre.
Teori
Humanistik Menurut Abraham Maslow
Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi
gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusiatermotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan
tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah
(bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun
hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisiologis atau
dasar
2. Kebutuhan akan rasa aman
3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
4. Kebutuhan untuk dihargai
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Maslow menyebut empat kebutuhan mulai dari kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan harga diri dengan
sebutan homeostatis.mudian berhenti dengan sendirinya.
Maslow memperluas cakupan prinsip homeostatik ini kepada kebutuhan-kebutuhan
tadi, seperti rasa aman, cinta dan harga diri yang biasanya tidak kita kaitkan
dengan prinsip tersebut. Maslow
menganggap kebutuhan-kebutuhan defisit tadi sebagai kebutuhan untuk bertahan. Cinta dan kasih sayang pun sebenarnya
memperjelas kebutuhan ini sudah ada sejak lahir persis sama dengan insting.
Kebutuhan Fisiologis
Pada tingkat yang paling bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat
fisiologik (kebutuhan akan udara, makanan, minuman dan sebagainya) yang
ditandai oleh kekurangan (defisi) sesuatu dalam tubuh orang yang bersangkutan. Kebutuhan ini dinamakan juga
kebutuhan dasar (basic needs) yang jika tidak dipenuhi dalam keadaan
yang sangat estrim (misalnya kelaparan) bisa manusia yang bersangkutan
kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas manusia
tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu.Sebaliknya, jika
kebutuhan dasar ini relatif sudah tercukupi, muncullah kebutuhan yang lebih
tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety
needs).
Kebutuhan Rasa Aman
Jenis kebutuhan yang kedua ini berhubungan dengan jaminan keamanan,
stabilitas, perlindungan, struktur, keteraturan, situasi yang bisa
diperkirakan, bebas dari rasa takut dan cemas dan sebagainya. Karena adanya kebutuhan inilah maka
[[manusia[[ membuat peraturan, undang-undang, mengembangkan kepercayaan,
membuat sistem, asuransi, pensiun dan sebagainya. Sama halnya
dengan basic needs, kalau safety needs ini terlalu lama dan terlalu banyak
tidak terpenuhi, maka pandangan seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh dan
pada gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah yang makin negatif.
Kebutuhan Dicintai
dan Disayangi
Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman relatif dipenuhi, maka timbul
kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai (belongingness
and love needs). Setiap
orang ingin mempunyai hubungan yang hangat dan akrab, bahkan mesra dengan orang
lain. Ia ingin mencintai dan
dicintai. Setiap orang ingin
setia kawan dan butuh kesetiakawanan. Setiap
orang pun ingin mempunyai kelompoknya sendiri, ingin punya "akar"
dalam masyarakat. Setiap
orang butuh menjadi bagian dalam sebuah keluarga, sebuah kampung, suatu marga, dll. Setiap orang yang tidak
mempunyai keluarga akan merasa sebatang kara, sedangkan orang yang tidak
sekolah dan tidak bekerja merasa dirinya pengangguran yang tidak berharga. Kondisi seperti ini akan menurunkan
harga diri orang yang bersangkutan.
Kebutuhan Harga Diri
Di sisi lain, jika kebutuhan tingkat tiga relatif sudah terpenuhi, maka
timbul kebutuhan akan harga diri (esteem
needs). Ada dua macam
kebutuhan akan harga diri. Pertama,
adalah kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri
dan kemandirian. Sedangkan yang
kedua adalah kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran,
dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan apresiasi dari orang lain. Orang-orang yang terpenuhi
kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai orang yang percaya diri, tidak
tergantung pada orang lain dan selalu siap untuk berkembang terus untuk
selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self actualization).
Kebutuhan Aktualisasi
Diri
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang terdapat 17 meta kebutuhan yang
tidak tersusun secara hirarki, melainkan saling mengisi. Jika berbagai meta kebutuhan tidak
terpenuhi maka akan terjadi meta patologi seperti apatisme, kebosanan, putus
asa, tidak punya rasa humor lagi, keterasingan, mementingkan diri sendiri,
kehilangan selera dan sebagainya.
Meta Kebutuhan dan Meta Patologi
Menurut Maslow, meta kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri terdiri
dari:
·
Kebenaran
·
Kebaikan
·
Keindahan atau kecantikan
·
Keseluruhan (kesatuan)
·
Dikotomi-transedensi
·
Berkehidupan (berproses, berubah tetapi tetap
pada esensinya)
·
Keunikan
·
Kesempurnaan
·
Keniscayaan
·
Penyelesaian
·
Keadilan
·
Keteraturan
·
Kesederhanaan
·
Kekayaan (banyak variasi, majemuk, tidak ada
yang tersembunyi, semua sama penting)
·
Tanpa susah payah (santai, tidak tegang)
·
Bermain (fun, rekreasi, humor)
·
Mencukupi diri sendiri
Meta Patologi
Jika berbagai meta kebutuhan tidak terpenuhi maka akan terjadi meta
patologi seperti:
·
Apatisme
·
Kebosanan
·
Putus asa
·
Tidak punya rasa humor lagi
·
Keterasingan
·
Mementingkan diri sendiri
·
Kehilangan selera dan sebagainya
Behaviorisme atau Aliran
Perilaku (juga disebut Perspektif Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa
semua yang dilakukan organisme — termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan—
dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa
perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat
peristiwa fisiologis internal atau
konstrak hipotetis seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori
harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada perbedaan antara proses
yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses yang diamati
secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan).
Tokoh-tokoh terkenal tentang masalah ini
diantaranya adalah:
·
Ivan Pavlov,
·
Edward
Lee Thorndike,
·
John
B. Watson,
dan
·
B.F.
Skinner
Teori
Belajar Behavioristik
·
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori
yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman.
·
Teori
ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap
arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
·
Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
·
Belajar merupakan akibat
adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang
terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa
yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
·
Faktor
lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
·
Beberapa
prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1)
Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3)
Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in
Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
·
Tokoh-tokoh
aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark
Hull, Edwin
Guthrie,
dan Skinner. Berikut akan dibahas
karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam
pembelajaran.
·
·
Menurut
Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan
respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat
pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah
laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati,
atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme
sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara
mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut
pula dengan teori
koneksionisme (Slavin,
2000).
·
Ada
tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2)
hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini
menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar